Rabu, 19 November 2008

Gerakan Mahasiswa untuk ”Mahasiswa”? (Radar Banten) Kamis, 20-November-2008

Di tengah ramainya berita tentang krisis global yang memaksa pemerintah harus secara fokus bertindak menangani hal ini,
Triyo Saputra
muncul berita yang tidak mengenakkan dari bumi Indonesia bagian tengah, yaitu Makassar – Sulawesi Selatan. Berita ini adalah berita dari mahasiswa yang bertindak semena-mena dengan melakukan sweeping polisi di sekitar kampus. Berita ini amat inherent dengan berita-berita mahasiswa yang selalu kita dengar bahwa mahasiswa menjadi “pahlawan” pembela hak masyarakat.
Bagaimana reaksi anda saat mendengar kalimat, “sweeping mahasiswa terhadap aparat kepolisian”? Reaksi yang terjadi akan sangat beragam, tergantung dari sudut mana kita memandang. Namun, mari kita runtuntkan masalahnya terlebih dahulu. Masalah ini muncul ketika terjadi razia polisi terhadap pemuda-pemuda Makassar yang mengadakan ajang kebut-kebutan di jalan raya, dan salah satu yang terkena razia itu berasal dari mahasiswa. Namun saat dimintai keterangan akan keikutsertaannya dalam ajang tersebut, mahasiswa yang bersangkutan justru melarikan diri. Dari sinilah terjadi kejar-kejaran antar polisi dan mahasiswa. Dalam momen tersebut terdengar suara letusan yang nyaris mirip suaran pistol yang dipatik.
Masalah letusan ini yang menjadi pemicu tindakan anarkis mahasiswa dalam sweeping-nya terhadap polisi yang bertugas di sekitar kampus. Mahasiswa beralibi polisi telah melakukan pelanggaran dengan menembak teman mereka. Namun, polisi membalas alibi dilengkapi bukti bahwa tidak ada serbuk peluru di luka pelipis mata korban melalui hasil rontgen dokter.
Kronologis akan peristiwa tersebut sampai kini masih dilakukan pihak penyidik independen. Namun, sebenarnya apa yang terjadi dengan mahasiswa. Karena melalui berita yang seperti ini, sosok mahasiswa sebagai kaum intelektual bangsa seperti tertampar. Lalu pertanyaan berikutnya adalah siapakah mahasiswa? Mahasiswa seharusnya adalah sosok controller, intelektual, kelompok berkelas dalam tatanan masyarakat dan agent of change. Definisi makna yang terakhir adalah definisi yang selalu dijadikan spirit mahasiswa dalam setiap gerakan perubahan, sebut saja gerakan mahasiswa saat reformasi 1998. Saat itu mahasiswa menjadi sorotan publik dunia karena sudah mampu melakukan perubahan akan rezim yang terjadi di dalam bangsa. Sejak saat itu, pamor mahasiswa dalam kelompok masyarakat menjadi tinggi dan terhormat bahkan bila dibandingkan dengan kaum intelek kerah putih di parlemen. Kemudian mahasiswa menjadi tempat masyarakat untuk mengadu mengenai masalah ketidakadilan yang terjadi setelah reformasi.
Bukan satu kali kita mendengar berita kerusuhan yang dilakukan mahasiswa. Masih ingat betul di benak setiap mahasiswa di seluruh Indonesia tentang kerusuhan antarmahasiwa Unhas yaitu tawuran mahasiswa FISIP Unhas dengan mahasiswa Teknik Unhas. Sepertinya semangat pemuda untuk kemerdekaan tidak sama sekali terlihat di kampus ini, karena toh tawuran tersebut terjadi bahkan di penghujung bulan kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 31 Agustus 2005. Selain itu masih banyak lagi kerusuhan dan tindakan anarkis yang dilakukan mahasiswa Unhas baik antar mahasiswa ataupun masyarakat sekitar. Lalu, siapa yang sebenarnya menjadi pengontrol dalam perjalanan bangsa ini? Mahasiswa yang seperti inikah yang kita harapkan? Bagaimana mahasiswa yang seperti ini mengontrol aparat pemerintahan yang katanya melakukan tindakan semena-mena terhadap rakyat? Apakah masyarakat sebagai elemen bangsa harus menggantungkan nasib bangsa kepada mahasiswa?
Semua pertanyaan tersebut merupakan tamparan bagi mahasiswa seluruh Indonesia tentang apa yang akan dilakukan mahasiswa seluruh Indonesia dalam menanggapi hal ini.

Gerakan Mahasiswa
Aa Gym pernah berkata, “Mulailah dari diri sendiri sebelum mulai untuk orang lain!”. Dari perkataan sangat simple Aa Gym inilah yang harus benar-benar kita serap maknanya. Karena dari perkataan ini, dapat kita ambil kesimpulan bahwa sebelum mahasiswa melakukan gerakan koreksi terhadap siapapun, hendaknya koreksi harus dilakukan terlebih dahulu dari tubuh mahasiswa. Mungkin gerakannya bisa berupa Gerakan Mahasiswa untuk Mahasiswa, di mana mahasiswa seluruh Indonesia melakukan gerakan prihatin terhadap kasus yang terjadi pada sesama mahasiwa. Bila gerakan ini tidak dilakukan mahasiswa lainnya yang masih memegang asas agent of change dalam setiap tindakannya, maka masyarakat akan menilai bahwa mahasiswa bukanlah sosok tempat mereka mengadu karena mereka melihat mahasiswa justru sebagai pelaku kerusuhan.
Kita sudah tertampar, jadi mari sama-sama kita perbaiki, karena tamparan yang kita terima bukan menjadi tanda bahwa kita harus membalas tamparan tersebut melainkan menjadi tanda untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih intelek. (*)
Mahasiswa Untirta Banten

Selasa, 18 November 2008

Pesan dari Ibu (Radar Banten)

Kembali terngiang-ngiang pesan ibu di telingaku. “Anakku, ingatlah kata-kata ibu ini. Jadilah orang yang berbakti kepada Tuhanmu dan kedua orang tuamu.

Oleh: Imel Maru
Lihatlah ayahmu itu. Aku kagum padanya. Dia adalah lelaki yang sangat menyayangi keluarga dan sangat taat beribadah. Jadilah seperti dia. Jadilah orang yang dikagumi istri dan anak-anakmu kelak”.
. . .
“Dasar anak bangsat! Kamu cuma anak yang tak tahu balas budi! Apa gunanya ibumu melahirkan anak sepertimu”. Suara lelaki tua itu menggelegar. Memekakkan semua telinga di ruangan itu.
Aku hanya bisa duduk termangu. Tak terasa air mata jatuh membasahi pipiku. Aku hendak menjelaskan semuanya. Namun sepertinya hati orang tua itu telah keras, sekeras batu karang yang tak mental diterjang ombak.
“Andai ada satu hal yang bisa saya perbuat untuk dapat membuat Bapak percaya pada kata-kata saya, Demi Allah! Niscaya saya akan melakukan itu”, kataku dengan suara yang sedikit tertahan.
“Hal itu adalah…”. Bapak menghentikan kata-katanya, dengusan napasnya terdengar mendesau-desau. “Jangan pernah lagi kau menginjakkan kakimu di rumah ini. Aku tak ingin melihatmu, mendengar suaramu dan anggap aku bukan bapakmu lagi! Sekarang cepat kau angkat kaki dari sini. Aku sudah muak melihat tampangmu itu!”. Kata-kata itu begitu tegas. Aku dapat mendengarkan kesungguhan hati lewat kata-katanya. Sudah tidak ada yang bisa diperbaiki lagi.
Dengan dada terbusung, aku mengeguhkan hatiku. Mungkin ini adalah takdir yang aku harus lalui.
“Kalau ini memang keputusan Bapak, saya akan menurutinya. Tapi sampai kapanpun… Bapak tetap akan menjadi bapak saya!”. Aku mengangkat ranselku dan berjalan menyusuri jalan tak berbatas. Meninggalkan rumah tempat aku dilahirkan. Meninggalkan semua kenangan selama dua puluh tahun perjalanan hidupku. Dalam hati aku masih menyesali keputusan bapakku. Bukan keputusannya untuk mengusirku. Tapi keputusannya untuk menikahi wanita itu. Keputusannya untuk tidak mengindahkan agama. Berpaling dari agama rahmatan lil alamin. Mengingkarai eksistensi Tuhan azza wa jalla.
Dada ini terasa sesak. Apa yang ibuku pikirkan di alam sana melihat tingkah laku suaminya sekarang. Beliau pasti menangisinya. Bapak rupanya sudah kalap. Tiga bulan sudah sejak ibu menghembuskan napas terakhirnya. Awalnya bapak tegar menghadapinya. Tak tampak perubahan dalam dirinya. Ia malah terlihat lebih taat pada Agama. Ia senantiasa bersujud menghadapNya memohon keselamatan ibu di alam sana . Sampai beberapa minggu yang lalu. Bapak sudah jarang terlihat tersenyum. Aku lebih banyak mendapati dirinya mengurung diri di kamar sambil meratapi kepergian ibu. Dan yang lebih membuatku sedih adalah kenyataan bahwa bapak sudah mulai jarang sembahyang. Puncaknya adalah kemarin malam, saat dia datang bersama perempuan itu. Perempuan lacur yang sudah terkenal popularitasnya di masyarakat di seluruh kampung. Dari mulut bapak aku mencium bau alkohol yang membuatku ingin muntah. Aku lebih terkejut lagi saat bapak mengutarakan niatnya untuk menikahi wanita itu. Kontan aku menolaknya.
“Apa yang bapak pikirkan? Apakah bapak tidak tahu perempuan seperti apa dia?”, Aku sangat dikuasai emosi saat itu. Aku tak habis pikir dengan jalan pikiran bapak. Aku mahfum apabila dia ingin mencari pengganti ibu. Mencari seseorang tempat ia mencurahkan kasih sayangnya. Orang yang akan menyambut bapak dengan senyuman saat bapak pulang dari kerja dengan sejuta kepenatannya. Menyalurkan aktivitas biologisnya. Sangat manusiawi. Tapi mengapa harus wanita itu? Sudah habiskan wanita baik-baik di dunia ini sehingga bapak memilih wanita yang sehari-harinya hidup dalam kemaksiatan. Memang dia cantik dan tubuhnya molek. Tapi apakah lantas itu alasan bapak menyampingkan kualitas imannya? Bahkan budak hitam namun muslim lebih terhormat dibandingkan wanita cantik namun musyrik!
“Kau tahu apa soal hidup. Mau dia pelacur kek, mau dia tukang copet kek, mau dia itu ustsadzah kek, Bapak gak perduli. Kalau Bapak mau kawin sama dia. Ya itu berarti kamu harus menerima dia untuk menjadi ibu tiri kamu!”.
Aku tak tahu kata-kata yang diucapkan bapak itu benar-benar dari dalam hatinya atau hanyalah sekedar pengaruh alkohol.
“Istighfar, Pak”. Aku mengucapkannya tiga kali.
“Alah-, persetan. Kau ini masih bau kencur. Tak usah mengajariku!”. Ia mengucapkannya dengan nada tinggi.
“Kemana Bapak yang dulu? Kemana bapak yang dulu sangat mencintai Allah dan RasulNya? Kemana Bapak yang aku kenal sangat taat pada agamanya?”.
“Aku tak perduli dengan omong kosongmu lagi! Pokoknya aku akan menikah dengannya, titik!”.
“Kemana agama bapak?”.
“Aku sudah tidak punya agama!”.
“Kemana Tuhan bapak?”.
“Aku tak percaya Tuhan!”.
Aku sangat sedih mendengar jawaban Bapak. Apa telah sedemikian khilafkah Bapak sehingga dengan angkuhnya mengingkari adanya Allah azza wa jalla? Apalagi yang bisa aku perbuat jika terhadap Tuhan yang menciptakan dirinya saja bapak sudah tidak percaya?
“Baiklah, jika itu keputusan Bapak. Bagiku agamaku dan bagimu agamamu!”.
Aku masuk ke kamarku dengan perasaan yang bercampur aduk. Bapak yang sangat aku hormati telah berubah. Rupanya bisikan setan lebih menguasai dirinya dibandingkan dengan seruan untuk kembali ke ajaran yang benar. Aku menangis sendirian. Dalam kepiluanku, tak henti-hentinya aku menyebut namaNya. Memohonkan ampunan untuk Bapak. Meminta belas kasihNya untuk memberikan hidayah pada Bapak.
“Ya Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, ampunilah dosa kedua orang tuaku dan kasih sayangilah mereka sebagaimana mereka telah memeliharaku dengan penuh kasih sayang”
Rupanya hati bapak telah tertutup. Keesokan harinya bapak menyuruhku ikut dengannya ke KUA. Bapak ingin menikah dengan perempuan itu. ia memintaku menjadi saksi. Aku kaget luar biasa.
“Demi Allah dan RasulNya, saya tidak bersedia!”, aku menolak dengan tegas.
“Kamu sudah berani membangkang pada bapakmu ini, -hah?!”.
“Saya tidak bermaksud membangkang. Bapak adalah orang yang paling saya hormati setelah Allah dan Rasulnya. Apabila saya menjadi saksi atas pernikahan Bapak, sama saja saya membenarkan tindakan Bapak. Apabila saya membenarkan Bapak, saya sama saja dengan orang lalim yang atasnya dijanjikan azab sepedih-pedihnya. Saya lebih takut pada Allah dan RasulNya dibandingkan apapun”.
Bapak memandangku dengan pandangan marah. Kebengisan tergambar di wajahnya.
“Dasar anak bangsat!”, umpatnya padaku.
. . .
Sumpah serapah Bapak kembali tengiang di kepalaku. Aku jadi teringat ibu. Kelembutan dan kasih sayangnya. Rasa cintanya pada suami dan anaknya. Apa yang dipikirkan saat ini?
Aku tersenyum kecut.
“Hah-“.
Ibu pasti sedang menangisi suami yang dikaguminya itu. Beliau pasti menyesali kata-katanya padaku. Wallahualam.

Pelamar CPNS Capai 4.189 (Radar Banten)

Selasa, 18-November-2008, 08:10:24
PANDEGLANG – Hingga Senin (17/11), jumlah warga yang mengirimkan surat lamaran calon pegawai negeri sipil (CPNS) ke Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Pandeglang mencapai 4.189 berkas lamaran.
Jumlah ini kemungkinan akan bertambah karena masa pendaftaran masih berlangsung hingga 18 November dan penerimaan berkas ditolerir hingga 19 November.
Kepala BKD Pandeglang Bay Sumarta mengatakan, meski penutupan pendaftaran melalui kantor pos tanggal 18 November namun BKD akan tetap menerima berkas dari kantor pos pada 19 November 2008 pagi. “Bisa saja pelamar memasukkan lamaran ke kantor pos tanggal 18 November sore sehingga pihak kantor pos belum sempat mengirimkan berkas pada hari itu. Sehingga kami tolerir untuk penerimaan berkas terakhir tanggal 19 November pagi,” terang Bay saat dihubungi lewat telepon ganggamnya, Senin (17/11).
Dijelaskan, pihaknya kini sedang melakukan penelitian terhadap berkas yang masuk untuk mendapat surat balasan. Dikatakan, surat lamaran yang memenuhi persyaratan atau tidak, tetap akan dikirimi surat balasan.
“Kami masih mensortir berkas. Hasil sementara, ada sejumlah pelamar yang tidak memasukkan foto kopi ijazah. Mungkin lupa karena terburu-buru,” kata mantan kepala Dinas Sosial Pandeglang ini.
Mantan Kasi Mutasi dan Formasi BKD Pandeglang Ida Novaida yang diperbantukan mensortir berkas CPNS mengatakan, pegawai BKD lembur dan bekerja hingga larut malam. “Hal ini dilakukan guna mengejar jadwal yang telah ditetapkan,” paparnya.
Seperti diketahui, jumlah formasi CPNS umum untuk Pemkab Pandeglang terdiri dari tenaga pendidikan (guru) 255 orang, tenaga kesehatan 64 orang, dan tenaga teknis sebanyak 35 orang. (adj)

Senin, 17 November 2008

DPW PBB Yakin Caleg Taati Suara Terbanyak (Radar Banten)

Selasa, 18-November-2008
SERANG – Ketua DPW Partai Bulan Bintang (PBB) Provinsi Banten Buety Nasir yakin kader PP yang menjadi calon anggota legislatif (caleg) akan menaati ketentuan suara terbanyak untuk menetapkan caleg jadi.
Hal ini menyikapi penandatanganan kesepakatan para caleg PBB di Pandeglang yang akan menggunakan sistem suara terbanyak dalam penetapan caleg jadi untuk DPRD Pandeglang.
“Ini sudah kesepakatan dalam Muswil (musyawarah wilayah-red) yang harus diikuti seluruh caleg,” terang Buety, Senin (17/11). “Dan DPW sudah menginstruksikan kepada seluruh DPC PBB untuk menggunakan sustem tersebut,” terang Buety.
Di level caleg DPRD Provinsi Banten, imbuh dia, sudah lebih dulu dilakukan penandatangan kesepatakan, terkait ketentuan sistem tersebut. “Kabupaten/kota lain, seperti Tangerang juga sudah disepakati para caleg,” kata anggota DPRD Banten ini. “Beberapa kabupaten/kota lainnya segera menyusul,” ungkap Buety.
Ditambahkan, DPW PBB juga sudah melaporkan kepada DPP PBB terkait penggunaan system suara terbanyak. “Karena, khusus PBB, baru Banten yang menggunakan sistem ini. Kita berharap DPP juga menerapkan sistem yang sama untuk seluruh wilayah,” tandas Buety.
Ia menegaskan, pemberlakukan sistem ini juga sebagai pembelajaran agar undang-undang semodel Undang-undang Pemilu yang saat ini berlaku tidak lagi terjadi. (esl)

Minggu, 16 November 2008

Caleg PBB Teken Suara Terbanyak (Radar Banten)

PANDEGLANG – Sebanyak 32 calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Bulan Bintang (PBB) Pandeglang menandatangani kesepakatan menggunakan sistem suara terbanyak dalam menetapkan caleg jadi.
Penandatanganan dilakukan di hadapan notaris Syahrudin dipandu Sekretaris Komite Pemenangan Pemilu (KPP) PBB Akham Baehaki bertempat di Sekretariat DPC PBB Pandeglang, Minggu (16/11).
“Keputusan menggunakan sistem suara terbanyak ini berdasarkan instruksi dari DPW PBB Banten. Artinya, caleg yang memperoleh suara terbanyak dan meraup suara minimal satu kursi dalam satu daerah pemilihan (DP) maka ia berhak jadi anggota dewan dari PBB. Meski selisihnya satu suara antara satu caleg dengan caleg lainnya,” papar Akhmad Baehaki.
Dijelaskan, penentuan suara terbanyak ini juga diberlakukan bila dalam satu DP tidak ada yang meraih suara 30 persen atau angka bilangan pembagi pemilih (BPP). Bila dalam DP itu ada yang memperoleh suara terbanyak lebih dari satu kursi maka yang akan jadi anggota dewan adalah yang memperoleh suara terbanyak berikutnya.
“Bila yang dapat suara terbanyak itu dengan nomor urut besar maka nomor urut kecil harus mengundurkan diri sebagai caleg yang diajukan ke KPU. Bila terjadi PAW maka yang berhak menggantikannya adalah yang memperoleh suara terbanyak kedua, dengan ketentuan calon pengganti itu nomor urutnya lebih besar dari yang di PAW,” terang Baehaki.
Ditambahkan, bila caleg tidak mau mengindahkan kebijakan partai maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan AD/ART partai.
“Ya silakan saja caleg tidak taat kebijakan partai. Tetapi ada sanksinya misalnya bila sudah jadi anggota dewan akan direcall,” paparnya.
Notaris Syahrudin mengharapkan semua caleg mematuhi kesepakatan yang telah ditandatangani. “Keputusan atau kesepakatan yang telah ditandatangani caleg ini sifatnya mengikat sesuai dengan ketentuan DPW dan DPC PBB,” terangnya. (adj)

Minggu, 02 November 2008

PACARAN

Seorang pemuda yang terlalu lama membujang, kadangkala merasa kesulitan untuk mencari calon istri, keberanian untuk bertandang dan meminang seorang gadis menjadi gamang karena terlalu banyak pertimbangan, akhirnya ... pernikahan menjadi sekedar angan-angan karena calon istri belum juga didapatkan. Sulitnya mencari calon istri. "PACARAN" tetap tidak diperbolehkan dan hukumnya haram.
Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya hanyalah nafsu syahwat belaka, bukan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan rasa cinta yang sebenarnya, dan dia tidak akan mengalami ketenangan karena dia berada dalam perbuatan dosa dan kungkungan nafsu, adapun manisnya perbuatan dan indahnya perkataan dalam pacaran, pada dasarnya hanyalah rayuan-rayuan belaka yang kosong dan hampa, yang mengandalkan permainkan kata-kata, untuk itu..hati- hatilah.
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan pernikahan biasanya 'berpacaran' terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.
Dengan adanya anggapan seperti ini, maka akan melahirkan konsensus di masyarakat bahwa masa pacaran adalah hal yang lumrah dan wajar, bahkan merupakan kebutuhan bagi orang-orang yang hendak memasuki jenjang pernikahan. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berdua-duaan antara dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya HARAM hukumnya menurut syari'at Islam.
Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, melainkan si wanita itu bersama mahramnya" (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari 1862 dan Muslim 4/104 atau 1341 dan lafadz ini dari riwayat Muslim dari shahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma)

Jadi dalam Islam tidak ada kegiatan untuk berpacaran, dan pacaran hukumnya HARAM.

Contoh lain yang juga merupakan pelanggaran yaitu sangkaan sebagian orang yang menganggap bahwa kalau sudah tunangan/khitbah, maka laki-laki dan perempuan tersebut boleh jalan berdua-duaan, bergandengan tangan bahkan ada yang sampai bercumbu layaknya pasangan suami istri yang sah. Anggapan ini adalah salah. Dan perbuatan ini dosa besar.

Tuhan Agamanya Apa?

Ketika langit di atas rumah masih berwarna kuning kemerah-merahan, si No’e, gadis kecil yang belum genap 7 tahun umurnya itu, sedang menyirami anggrek di halaman rumah bersama embah putrinya, perempuan tua yang sudah genap 70 tahun umurnya. Si No’e kelihatan asyik sekali menikmati aktivitas menyirami bunga itu. Gerak geriknya memancarkan keriangan dan kemanjaan khas anak-anak. Sambil berdiri, tangan kanannya memegangi selang yang memercikkan air ke tanaman, sementara tangan kirinya methentheng di pinggang dan kepalanya agak oleng ke kiri. Bibirnya menyungging senyum sementara matanya memandangi anggrek yang ia sirami. “Cikicikicikicikicik icik……….” begitu bunyi air yang meloncat-loncat bergantian menyentuh tanaman dan jatuh ke tanah.
“Airnya jangan banter-banter ya Nok, ya, supaya bunga anggreknya tidak rontok”, kata embah putri kepada cucunya.
“Segini ini kebanteren nggak mbah, airnya?”, tanya si No’e minta pertimbangan.
“Wo….kebanteren kuwi Nok, cah ayu. Dikurangi sedikit lagi”
“Segini ya mbah?”, tanya si No’e lagi meyakinkan sambil mengurangi daya semprot air.
“Nah, segitu itu pas”, kata simbah.
Pembicaraan mereka terhenti karena masing-masing asyik dengan aktivitas mereka. “Cikicikicikicikicik icicikicikicikic ik…..” bunyi air terdengar di antara kediaman simbah dan cucu ini.
Embah putrinya si No’e ini tangannya terampil sekali mencabuti rumput-rumput kecil di dalam pot-pot bunga. Memang tangan yang sekarang keriput itu sejak muda telah terlatih melakukan aktivitas demikian karena sering membantu orangtuanya bekerja di sawah sepulang dari sekolah desa. Tangan itu juga sangat terampil merangkai bunga karena sering dimintai tolong menghias altar untuk keperluan misa di kampusnya ketika masih menjadi mahasiswi fakultas teologi.
“Hi…hi…hi….”’ si No’e tertawa-tawa kecil ketika menyaksikan bunga anggrek yang disiraminya itu mengangguk-angguk lucu.
“Mbah, mbah, lihat mbah, bunga anggreknya mengangguk-angguk!” kata si No’e kegirangan sambil menunjuk bunga yang sedang disiraminya.
“Wah…iya..ya. Bunga anggreknya mengangguk-angguk”, kata embah putri menanggapi kegirangan cucunya.
“Mbah, mbah, bunga anggreknya kok mengangguk-angguk itu kenapa sih mbah?”, tanya si No’e lugu.
Si embah yang mantan guru agama desa itu tercenung sejenak memikirkan jawaban atas pertanyaan cucunya yang polos itu. Kecerdasannya yang dulu terbukti nyata saat mengikuti kuliah teologi selama sepuluh semester dan meraih gelar sarjana dengan predikat cum laude itu sekarang sedang diuji oleh pertanyaan cucunya. Wow, ia menemukan jawabannya!
“Nok, cah ayu, bunga anggrek itu mengangguk-angguk karena mengucapkan terima kasih kepadamu. Ia merasa segar karena disirami air setiap hari. Jadi, ia berterima kasih.”
Si No’e tersenyum senang sambil matanya memandangi bunga yang mengangguk-angguk kepadanya.
“Mbah, mbah, kata bu guru ngaji, orang yang bisa mengucapkan terima kasih itu orang yang baik. Bener nggak mbah?” tanya si No’e lagi.
“Iya dong”
“Kata bu guru ngaji, orang yang baik itu disayangi Tuhan” tanya No’e lagi.
“Iya dong”
“Orang yang disayangi Tuhan itu besok masuk surga ya mbah?”
“Iya dong”
Si No’e diam sejenak, sementara wajahnya tiba-tiba berubah menjadi serius. Si embah putri memperhatikan perubahan wajah itu namun ia diam tanpa pertanyaan sedikitpun. “Cikicikicikicikicik icikicik…” suara air terdengan jelas lagi. Gadis kecil yang sudah sekolah di Taman Kanak-kanak Santa Maria itu sedang mempunyai pertanyaan agak sulit bagi dirinya. Ia disekolahkan di TK St. Maria oleh orangtuanya karena itulah satu-satunya sekolah TK terdekat. Setiap sore, biasanya ia belajar mengaji karena kedua orangtuanya adalah muslim yang saleh. Ibunya dulu beragama katholik, lalu menjadi Islam dan rajin sholat karena menikah dengan suaminya. Sore ini ia tidak mengaji karena libur, guru mengajinya sedang punya hajat menyunatkan anak laki-lakinya.
“Mbah, teman-teman di sekolah bilang kalau orang yang masuk surga hanya orang yang mengikuti Tuhan Yesus. Katanya, tanpa Tuhan Yesus orang tidak bisa masuk surga. Betul nggak, mbah?”
Mbah putri yang sarjana teologi itu agak bingung mencari jawaban pas untuk cucunya yang lugu. Lalu, kecerdasannya membantunya untuk menjawab.
“Nok, cah ayu, Tuhan Yesus itu orang baik sekali. Dia suka menolong orang lain. Jadi dia masuk surga. Semua orang yang baik seperti Tuhan Yesus itu disayangi Tuhan dan masuk surga”.
“Orang yang mengikuti Yesus namanya orang kristen ya mbah?”
“Iya”, jawab embahnya singkat
“Kalau orang Islam, masuk surga juga to mbah?”
“Iya dong. Orang Islam khan berdoa kepada Tuhan dan berbuat baik kepada orang lain. Jadi disayangi Tuhan”.
“No’e..! Mau ikut sholat sama ibu nggak?” tiba-tiba suara ibunya si No’e menghentikan pembicaraan mereka.
“Ikut!” jawab No’e.
“Mbah, No’e sholat dulu sama ibu ya mbah”
“Ya, ya, sana sholat dulu biar disayangi Tuhan” jawab simbahnya sambil membereskan selang dan cethok.
Pembicaraan sore itu sangat melekat pada ingatan si No’e, gadis kecil yang belum genap 7 tahun umurnya itu. Malam harinya, ia tertidur pulas karena senang. Wajahnya tenang dan nafasnya teratur sekali. Bintik-bintik keringat menempel di dahinya yang bersih. Ia bermimpi bertemu Tuhan. Dalam mimpinya, Tuhan seperti embah putrinya dan suka menyirami anggrek.
“Tuhan, Tuhan, bunga anggreknya mengangguk-angguk berterima kasih kepada Tuhan karena disirami” kata si No’e cerah sambil menunjuk pada bunga.
“Oh iya. Kamu pinter sekali. Siapa yang mengajari?”
“Embah putri”, jawab si No’e.
“Wah, embah putrimu baik sekali. Senang dong punya embah putri seperti itu” kata Tuhan penuh pengertian.
“Iya, mbah putri baik sekali sama No’e. Tuhan, orang yang baik seperti embah putri besok masuk surga ya?” tanyanya polos.
“Oh tentu. Orang baik seperti embah putrimu pasti masuk surga” kata Tuhan meyakinkan.
“Orang baik seperti Tuhan Yesus juga masuk surga, Tuhan?’
“Oh ya, Tuhan Yesus masuk surga”
“Orang kristen yang mengikuti Tuhan Yesus dan suka menolong orang lain masuk surga juga ya?”
“Iya”
“Orang Islam juga masuk surga?”
“Iya”
“Tuhan, Tuhan itu kristen apa Islam?” tanya si No’e polos sekali.
“Ha…ha…Nok, cah ayu” jawab Tuhan sambil mengusapi kepala si No’e, gadis kecil yang belum genap 7 tahun umurnya itu. “Tuhan tidak punya agama, sayang”.
“Tuhan tidak mengikuti Tuhan Yesus?”
“Tidak”
“Tuhan sholat seperti No’e tidak?”
“Tidak”
“Terus, besok Tuhan masuk surga tidak?” tanya si No’e makin penasaran.
“Iya dong, sayang” jawab Tuhan sambil tersenyum.
“Lho, kok bisa?” tanya si No’e penuh keheranan.
Tuhan tertawa sambil asyik menyirami anggrek, sementara si No’e yang kecil itu terbangun dari mimpinya.***
Judul asli cerpen ini adalah "Lho kok bisa?" (judul dalam edisi teks). "Tuhan agamamu apa?" adalah judul dalam edisi kaos yang sudah dipopulerkan oleh Institut Dian/Interfidei Jogjakarta